Oia, udah lama banget absen sama blog ini. Selama absen sembari
ngumpulin bahan buat cerita di blog ini, karena saking banyaknya yang
aku kumpulin malah lupa semua gara-gara ndak ditulis, cuma di
inget-ingetin aja, emang kalo udah tua ya begini, memori otak mulai aus
tergerus usia hahaha. Tapi aku punya cerita tentang masalah pemilu tahun
ini. Hampir tiap orang sekarang ngomongin pemilu, baik yang pemilihan
caleg sampe sekarang yang lagi beken adalah pemilihan presiden.
Waktu
itu aku lagi nunggu kereta menuju Tangerang di stasiun Duri. Langit
sudah gelap, aku liat jam di ponsel sudah menunjukan jam 8 malam,
berarti masih harus nunggu hampir setengah jam lagi sampai kereta ke
tangerang datang. Aku duduk di pinggiran rel bareng segerombolan
bapak-bapak yang senasib denganku. Obrolan politik panas terdengar
ketika baru aja bokongku nyentuh besi pijakan kereta, terdengar hampir
seperti debat profesional di televisi. Di depanku, bapak berbaju merah,
dengan membara menceritakan tentang kemuakannya terhadap para petinggi
pemerintahan yang selalu saja hanya baik ketika pemilu, namun setelahnya
mereka lupa siapa yang telah memelih hingga mereka bisa duduk di
ruangan ber-AC.
"Liat aja di berita, pas pemilu aja,
muka-muka para calon legeslatif pada nongol, di radio nama-nama mereka
kedengaran, bahkan pohon yang ndak ikut pemilu aja jadi sasaran poster
muka mereka, tapi sekarang pada dimana mereka?, hilang kan?" kata bapak
berbaju merah tadi.
Hampir kompak ketiga bapak-bapak disampingnya mengangguk-angguk, menunjukan kesepahaman mereka.
"Ada
yang keliatan ngelakonin janji mereka pas kampanye? kayaknya udah
males-malesan di ruangan ber-AC, hehehe" lanjut bapak berbaju merah
tadi.
"ya begitulah mereka, kita mah yang penting
ngambil untung pas kampanye aja, omset sablonan saya dirumah kebanjiran
order, sampe-sampe mesti lembur, tetangga saya juga sama, bikin poster
sama stiker banyak banget, ya emang cuma saat rame pemilu, tapi ya
Alhamdulillah... " bapak berbaju kuning yang duduk tepat di depan bapak
yang berbaju merah itu mulai angkat bicara.
"Hmm..
terus buat calon presiden sekarang gimana? Prabowo-Hatta sama Jokowi-JK,
cuma dua lho sekarang, mempersempit pilihan sepertinya. Oia, pak Asep
masih rame donk sablonannya?" timpal bapak berbaju hitam yang duduk di
samping bapak berbaju kuning yang ternyata bernama pak Asep.
"Alhamdulillah
masih pak Roni, masih rame. Kalau masalah presiden sih, saya sendiri
yang penting nanti siapapun yang jadi presidennya minumnya tetep teh
botol huahahaaa" Sambut pak Asep di barengi tawa lepas ke empat
bapak-bapak itu dan aku cuma senyum seringai mendengarnya.
"Yang
penting presidennya nanti bertanggung jawab aja sama janji serapah yang
mereka longlongin ketika kampanye, jangan inget rakyat pas kampanye
doank!!!" lanjut pak Roni.
20 menit sudah mereka
berbincang politik rakyat dan jujur aku sedih banget, mereka sangat
memperhatikan dan peduli terhadap nasib bangsa dan rakyatnya, walau
mereka kecewa sangat dengan kelakuan para petinggi pemerintahan yang
sering melupakan rakyatnya dan banyak dari mereka yang melakukan tindak
korupsi guna mengembalikan modal yang sudah mereka keluarkan selama ikut
kampanye.
Dari obrolan bapak-bapak tadi, aku berfikir
bahwa politik itu mirip seperti kentut, suaranya terdengar bersama,
baunya pun di rasakan bersama, dan hanya sesaat, setelah itu hilang, dan
tentunya kentut tidak terlihat hahahaha..